Kamis, 16 Juni 2016

PENELITIAN IFRS DAN HUBUNGANNYA DENGAN KOMPARABILITAS PENGUNGKAPAN ASET TETAP PADA LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN



Judul penelitian           :
PENELITIAN IFRS DAN HUBUNGANNYA DENGAN KOMPARABILITAS PENGUNGKAPAN ASET TETAP PADA LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN

Penulis                         :  Ardian Setianto & Agung Juliarto

Nama jurnal                : Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 11/No . 1/November 2014:83-102

Tahun Terbit               : 2014



Latar belakang :
Muncul dan berkembangnya perusahaan-perusahaan multinasional, pertumbuhan pasar internasional dan perubahan perilaku investor adalah beberapa faktor yang mendorong proses internasionalisasi kegiatan ekonomi, yang kemudian mengakibatkan adanya kebutuhan untuk menyeragamkan standar akuntansi yang berlaku secara global dalam bentuk IFRS (International Financial Reporting Standards).  Program konvergensi PSAK ke IFRS di Indonesia mendapat dukungan penuh dari  pemerintah. Hal ini disampaikan dalam siaran pers Bapepam-LK (2010), bahwa program ini sejalan dengan kesepakatan pemimpin negaranegara yang tergabung dalam G20 yang salah satunya adalah untuk menciptakan satu set standar akuntansi yang berkualitas yang berlaku secara internasional. Menurut Gamayuni (2009), dengan mengadopsi IFRS, berarti laporan keuangan berbicara dengan bahasa akuntansi yang sama. Pengadopsian standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat komparabilitas dan kredibilitas tinggi. Adanya komparabilitas antara laporan keuangan perusahan satu dengan perusahaan lainnya dan semakin banyaknya informasi keuangan yang diungkapkan dalam laporan keuangan dapat menyebabkan turunnya biaya modal yang dikeluarkan oleh perusahaan/ investor (Li, 2008). Kegiatan operasional perusahaan tidak lepas dari aset tetap, karena aset tetap merupakan sumber atau harta berwujud yang memberikan manfaat jangka panjang (lebih dari satu periode). Pedoman bagi setiap entitas terkait kegiatan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan aset tetap di Indonesia adalah PSAK No.16 tentang Aset Tetap.  Sehubungan dengan program konvergensi IFRS yang harus diterapkan dalam laporan keuangan perusahaan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) selaku badan yang berwenang dalam melakukan perubahan terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), mengeluarkan revisi terhadap PSAK No.16 (revisi 2007) mengenai Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain, dan menggantinya menjadi PSAK No.16 (revisi 2011) yang berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012.                       
  Beberapa penelitian telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu di mana terdapatresearchgapmengenaikomparabilitas  pengungkapan laporan keuangan dalam konvergensi IFRS. Dalam penelitian Christensen et al. (2012) menunjukkan bahwa kualitas awal pengungkapan IFRS secara signifikan bervariasi berdasarkan adopsi IFRS. Namun demikian, beberapa penelitian setelah itu seperti Rahmasari (2013) serta Vergauwe dan Gaeremynck (2013) menunjukkan bahwa pengungkapan pada laporan keuangan tidak hanya meningkat dari waktu ke waktu tetapi juga menjadi lebih dapat dibandingkan.
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian ini dan mengacu pada penelitian sebelumnya (Vergauwe dan Gaeremynck, 2013) maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:                                                                                                                 
  Apakah komparabilitas pengungkapan Aset Tetap pada laporan keuangan perusahaan menjadi semakin kecil seiring berlakunya IFRS dari waktu ke waktu?
  
METODA PENELITIAN

Variabel Penelitian Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan aset tetap. Identifikasi item pengungkapan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Ernst&Young IFRS Presentation and Disclosure Checklist yang diperoleh dari situs www.ey.com. Beberapa item dipilih dari checklist tersebut dan disesuaikan dengan PSAK yang berlaku di Indonesia yang penerapannya wajib diberlakukan per tanggal 1 Januari 2012. Pengukuran disclosure index ini menggunakan teknik scoring sesuai dengan penelitian dari Vergauwe dan Gaeremynck (2013), yaitu jika item yang perlu diungkapkan dapat diterapkan (applicable) dalam perusahaan dan item tersebut diungkapkan oleh perusahaan diberi skor 1, jika item tersebut tidak diungkapkan diberi skor 0, dan jika item tersebut tidak dapat diterapkan dalam perusahaan akan diberi tanda N/A (Not Applicable) dan dikurangkan dari jumlah skor maksimal yang dapat diperoleh masing- masing perusahaan.
DISCL=  SCR 
                 MAX

Keterangan:
DISCL :Disclosure Index
 ∑SCR :Skor pengungkapan yang sebenarnya
∑MAX : Skor maksimal yang dapat diperoleh masing-masing perusahaan 





Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan mengukur  tingkat pengungkapan awal atau Initial High Disclosure (IDH). Tingkat pengungkapan awal atau IDH merupakan variabel dummy, yang  akan diberi kode 1 apabila besarnya IDBP atau jarak antara skor pengungkapan (disclosure index) aset tetap masing-masing perusahaan dengan skor pengungkapan aset tetap perusahaan terbaik (best practice disclosure index) lebih kecil dari nilai tengah (median) skor pengungkapan aset tetap perusahaan perusahaandiperiodeawalpenerapanIFRS yaitu pada tahun 2011. Sedangkan kondisi sebaliknya diberi kode 0. Penggunaan istilah skor pengungkapan perusahaan terbaik (best practice disclosure index) ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Vergauwe dan Gaeremynck (2013). Untuk menentukan perusahaan yang menjadi best practice disclosure index dilakukan dalam dua tahap. Pertama, dengan menghitung disclosure index masing-masing perusahaan pada awal periode penelitian yaitu pada tahun 2011. Langkah kedua, memeringkat semua disclosure index perusahaan pada tahun 2011 tersebut dari skor paling tinggi sampai paling rendah. Perusahaan dengan disclosure index yang paling tinggi pada awal periode inilah yang nantinya akan menjadi perusahaan best practice untuk menentukan IDH.

Variabel Interaksi
Dalam penelitian ini terdapat variabel interaksi yang berfungsi sebagai variabel pengujian tingkat komparabilitas. Untuk menguji hipotesis yang ada, maka penelitian ini menginteraksikan antara IDH dengan periode penerapan IFRS. Vergauwe dan  Gaeremynck (2013) menyatakan, pengenalan proses variabel interaksi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran penuh mengenai pola peningkatan komparabilitas seiring berjalannya waktu. Kemudian Vergauwe dan Gaeremynck (2013) menjelaskan, apabila komparabilitas pengungkapan semakin meningkat seiring berjalannya penerapan konvergensi IFRS maka koefisien dari variabel interaksi ini diharapkan akan menjadi semakin negatif yang menunjukkan bahwa perbedaan semakin berkurang.  Periode penerapan IFRS diukur dengan menggunakan variabel dummy. Periode pertama, yang selanjutnya akan dilambangkan dengan IFRS1 akan diberi kode 1 untuk laporan keuangan tahun 2012 (2012/2011), dan jika tahun yang lain kode 0. Periode kedua, yang selanjutnya akan dilambangkan dengan IFRS2 akan diberi kode 1 untuk laporan keuangan tahun 2013 (2013/2012), dan jika tahun yang lain kode 0.

Variabel Kontrol
Ukuran Perusahaan (SIZE)
Ukuran perusahaan yaitu besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai ekuitas, nilai penjualan atau nilai total aktiva (Riyanto, 1998). Pada penelitian ini indikator untuk mengukur besar kecilnya perusahaan sesuai dengan penelitian Vergauwe dan Gaeremynck (2013) yaitu dengan menggunakan logaritma natural dari total aset perusahaan.  

Struktur Aset
Struktur aset menunjukkan proporsi aset tetap terhadap total aset yang dimiliki oleh perusahaan (Weston dan Brigham, 2005). Dalam penelitian ini indikator untuk yang digunakan sesuai dengan penelitian Vergauwe dan Gaeremynck (2013) yaitu : 

ROA (Return on Assets)
ROA merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut. Rasio ini secara sistematis diformulasikan sebagai berikut: 
Leverage
Perusahaan dengan leverage yang lebih tinggi akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih komprehensif dan membutuhkan biaya yang lebih besar (Diyanti, 2010). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar  (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2011 sampai dengan 2013. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling untuk mengeluarkan perusahaan yang tidak sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan Manufaktur yang go public, yang terdaftar di BEI selama periode penelitian, yaitu dari tahun 2011-2013.
2. Perusahaan tidak mengalami delisting selama periode penelitian.
3. Perusahaan tidak memiliki ekuitas negatif pada laporan keuangan tahunan.
4. Perusahaan menyertakan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen selama periode 2011-2013.





Hasil penelitian :

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2013 yaitu berjumlah 139 perusahaan. Perusahaan yang menyediakan laporan keuangan untuk tahun 2011-2013 serta memenuhi kriteria sampel yaitu sebanyak 109 perusahaan per tahun. Total data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 327 pengamatan (109 perusahaan x 3 tahun). 

Referensi :












Tidak ada komentar:

Posting Komentar